Sikap Prajurit

 

Oleh : Iwan Sopian

”Ya Rabbi, jika tidak terhalang oleh lautan dan samudra yang terbentang luas di hadapanku ini, maka aku akan menerobos seluruh daratan untuk berjuang di jalan-Mu.”

Itulah perkataan Uqbah bin Nafi’, seorang panglima tinggi tentara Islam ketika pasukannya sampai di pantai lautan Atlantik. Keberanian dan kehebatannya dibingkai oleh kesadaran akan hubungan dirinya dengan Allah, cermin bagi setiap panglima dan prajurit.

Setelah berhasil menaklukan Tunisia di Afrika Utara melalui pertempuran dahsyat yang melibatkan adu kehebatan strategi dan taktik militer, Uqbah bin Nafi’ memerintahkan kepada pasukan zeninya untuk membangun sebuah kota di sana. Akan tetapi, daerah tersebut ditumbuhi alang-alang yang lebat lagi tinggi dan di dalamnya hidup berbagai binatang buas seperti singa, serigala, dan ular. Sejenak pasukannya tertahan dan menunggu perintah dari sang panglima.

Lalu, Uqbah bin Nafi’ berdiri di tepi padang alang-alang seraya berkata, ”Hai jamaah singa, serigala, ular, dan semua hewan yang ada di daerah ini. Kami adalah para sahabat Rasulullah Saw. Kami akan membangun sebuah kota di daerah ini. Kami berharap kalian segera meninggalkan daerah ini dengan aman dan damai. Kalau kalian tidak mau, jangan salahkan kami bila bertindak dengan kekerasan.”

Tidak lama kemudian, binatang-binatang itu keluar dari tempat persembunyiannya dan berhijrah ke tempat lain. Beberapa orang prajurit mengusulkan kepada Uqbah bin Nafi’, ”Wahai Panglima, bagaimana kalau kami bunuh saja binatang-binatang yang sedang pindah tempat itu?”

Dengan nada marah Uqbah bin Nafi’ menjawab, ”Kalau kita membunuh mereka berarti kita telah melanggar janji kita kepada Allah Taala! Bukankah kita sudah memberikan keamanan dan kedamaian kepada binatang-bintang itu? Mengapa kita melanggar janji kita sendiri?”

Suasana pertempuran, sedikit banyak menyisakan trauma yang dapat menggoyahkan emosi prajurit. Akibatnya, hal-hal yang fatal dapat dengan mudah terjadi, seperti pembunuhan warga sipil, pemerkosaan, pembakaran rumah dan sekolah, hingga binatang-binatang yang tak berdosa pun menjadi korban.

Berusaha memiliki pengetahuan kemiliteran yang tinggi serta keahlian dalam merancang strategi dan sasaran tempur adalah suatu keharusan bagi prajurit, tapi itu belum mencukupi bagi seorang prajurit Muslim.

Prajurit Muslim juga harus berusaha menjalankan ajaran agama untuk meningkatkan kesadaran hubungannya kepada Allah, antara lain, tidak melampaui batas dan berbuat baik kepada sesama. Sabda Rasulullah Saw, ”Siapa saja yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka niscaya Dia akan menjadikannya ahli dalam urusan agama.” (HR. Bukhari-Muslim). Republika Online

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidakan akan pernah kami publish Kolom yang wajib diisi ditandai *