Sang Pendidik
Oleh : Yusuf W
Dengan penuh perhatian, didengarnya untaian kalimat hikmah yang meluncur dari sosok mulia itu, ”Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman besar.” Maka Alquran merekam majelis pengajaran Lukman pada putranya, dalam surat ke 31, ayat 13. Sang pendidik bijak itu memberikan teladan pada kita bahwa penanaman aqidah Islam merupakan pendidikan pertama yang harus diberikan pada anak-anak Muslim.
Anak adalah penerus generasi. Di tangannya tergenggam masa depan umat manusia, yang warnanya bergantung pada macam pendidikan yang diberikan pada mereka. Sang pendidik agung lainnya, Rasulullah SAW menegaskan, ”Setiap anak terlahir suci, orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
” Maka, setelah fondasi keimanan yang kuat, kekokohan diri anak harus dibangun dengan polesan akhlak mulia dan peribadahan kepada Sang Pencipta. Jika metode ini dilakukan, niscaya akan lahir generasi model Nabi Ismail, yang saat akan disembelih ayahnya berkata dengan mantap, ”Wahai ayah, kerjakanlah yang telah diperintahkan Allah kepadamu”, bukan generasi yang akrab dengan narkoba, durhaka pada orang tua, bergaul tanpa batas, dan hura-hura.
Sejak Rasulullah SAW mendirikan negara Islam di Madinah, perhatian kepada pendidikan agama ini menjadi perhatian utama. Beliau tidak memisahkan pendidikan agama dengan ilmu pengetahuan umum karena pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah untuk pengagungan dan ketaatan pada Allah. Ilmu dipelajari untuk menemukan keteraturan sistem, hubungan kausalitas, dan tujuan alam semesta, yang semuanya diambil manfaatnya dalam rangka ibadah pada Allah.
Metode ini juga diterapkan pada siswa-siswa non-Muslim, tentunya dengan tetap menghormati pilihan aqidah dan peribadatan mereka. Sejarah mencatat bahwa pendidikan bukan sekular tersebut telah melahirkan peradaban yang luar biasa majunya. Sementara itu, di saat yang sama, Eropa yang mulai memakai pendidikan sekular justru tenggelam dalam kebodohan dan kegelapan.
Tidak mengherankan, ketika Amr bin Ash menaklukkan Mesir dari penguasaan Romawi Kristen, penduduk Koptik yang Kristen justru membantu pasukan Islam. Mereka paham akan penjagaan jiwa dan harta mereka oleh pemerintahan Islam.
Mereka juga yakin atas prospek kemajuan masa depan mereka dengan metode pendidikan Islam. Yang mengherankan adalah munculnya keinginan untuk memisahkan pendidikan agama dan keilmuan yang marak saat ini. Padahal, abad pertengahan Eropa telah membuktikan kegagalannya. Wallahu a’lam bish-shawab. Republika Online