Pencegah Pembantaian

 

Oleh : Fahmi AP Pane

Saat musyrik Quraisy ingin membunuh Nabi Muhammad SAW, paman beliau, Abu Talib, mengumpulkan Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutalib agar mau melindungi Nabi di kamp kabilah mereka. Semua sepakat, kecuali Abu Lahab dan anaknya. Karena hebatnya proteksi itu, hingga di mana pun Nabi berada selalu ada yang menjaga dengan pedang terhunus, termasuk menggantikannya di tempat tidur Nabi sebelumnya.

Mereka konsisten dengan mempertaruhkan nyawa demi Nabi dan pengikutnya, walau kemudian diboikot total kaum Quraisy hingga berhari-hari tidak bisa makan. Sahabat Nabi, Saad bin Abi Waqqas, malah sempat memulung kulit unta kering sekadar pengganjal perut.

Pembelaan kaum kafir terhadap umat Islam tidak berhenti sampai di situ. Beberapa pemuka Quraisy yang sejak awal tidak setuju rencana pembunuhan Nabi dan pengikutnya dan serta pemboikotan itu, merancang koalisi rahasia untuk membebaskan kaum Muslim.

Hisyam bin Amir, Zuhair bin Umayyah, Mut’am bin Adi, dan lain-lain, mendesak musuh terbesar Nabi, Abu Jahal, untuk membatalkan embargo itu malah menyatakan akan merobek sendiri naskah pemboikotan itu.

Ditambah pertolongan Allah, upaya tokoh kafir itu sukses mencegah pembantaian kaum Muslim perlahan-lahan (riwayat Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam). Motif mereka itu semata-mata untuk kemanusiaan dan apresiasi atas ketinggian akhlak Nabi yang telah mereka ketahui sejak beliau masih kecil.

Keteladanan pemuka kafir itu bertolak belakang dengan penguasa Muslim sekarang, yang terkesan membiarkan pembantaian rakyat Irak, sebagaimana dialami Muslim Afghanistan, Palestina, Chechnya, dan sebagainya.

Sebagian memang menolak agresi, tetapi tidak melakukan apa pun, seperti memutus hubungan diplomatik atau minimal menarik dubes dari negara agresor itu, serta menarik investasi portofolio dan aset dari negara agresor yang berjumlah ratusan milyar dolar AS itu.

Mestinya mereka Juga mengembargo minyak, menggganti dolar AS dengan emas dan perak sebagai mata uang transaksi, serta mengirim tentara untuk memproteksi rakyat sipil.

Demonstrasi, dana, dan bantuan kemanusiaan tidak cukup untuk menyetop aksi senjata pemusnah masal. Gawatnya, ada penguasa yang mendukung pembantaian itu dengan menyediakan pangkalan militer dan dana.

Tidak diterapkannya hukum Islam yang bisa mengoreksi penguasa tertinggi itu rupanya telah membuat banyak pihak memilih untuk dicatat malaikat Atid sebagai penguasa yang lebih buruk daripada tokoh musyrik, Abu Talib dan Muth’am bin Adi. Republika Online

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidakan akan pernah kami publish Kolom yang wajib diisi ditandai *