Pelajaran Dari Adam

 

Oleh : Umrotul Khasanah

Hingga kini Indonesia masih terjerembab dalam kubangan krisis. Tidak ada yang bisa meramal musibah ini berakhir. Para pakar ekonomi dan politik juga telah mengemukakan penyebab krisis serta memberi solusinya. Meski berbagai ”obat” sudah dicoba, tetapi belum ada tanda-tanda perbaikan ekonomi negara ini.

Sebenarnya bukan obat tidak mujarab, tetapi karena jiwa para penyelenggara negara ini sakit. Terbukti, hingga kini korupsi masih terus terjadi di berbagai level birokrasi pemerintahan. Mulai dari tingkat desa hingga kepresidenan, mulai dari DPRD II hingga DPR, disebut di pelbagai media, mereka berlumuran korupsi.

Dengan kata lain, menurut psikologi, bangsa ini menderita psikosomatis: sakit fisik dan jiwanya. Bagaimana penyembuhannya? Ada baiknya para pemimpin di negara ini mengambil pelajaran moral dari Nabi Adam AS.

Sebelum diberi sanksi, Adam diberi kenikmatan yang melimpah-ruah. Allah SWT menjamin kehidupan Adam dalam firman-Nya, ”Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Sesungguhnya kamu tidak akan merasakan dahaga dan tidak akan ditimpa panas matahari di dalamnya.” (QS Thaha:118–119).

Adam diberi kebebasan untuk mendapat segala kenikmatan yang diberikan Allah. Namun, Allah memberikan ujian agar Adam jangan mendekati pohon khuldi. Dalam perjalanan waktu, Adam lalai dan tergoda oleh bujukan setan dan memakan buah khuldi. Allah lalu memberi sanksi, Adam dan istri, Hawa, dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi.

Firman Allah, ”Hai Adam, berdiamlah kamu dan istrimu di surga ini. Makanlah makanan yang baik dan lezat sesukamu. Janganlah kamu mendekati pohon ini, yang menyebabkan kamu menjadi orang di antara orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah:35).

Menurut Dr Muhammad Mutawalli Asy-Syakrawi (Min Qadhaya al-Fikril Islami al-Muaasir, Riyadh, 1984:4–5) firman Allah ”Janganlah kamu berdua mendekati pohon ini,” bukan, ” janganlah kamu memakan buah khuldi,” memberi penafsiran lebih dalam. Bahwa arti ”jangan mendekati” itu lebih dalam maknanya daripada ”jangan memakan”.

Dalam kasus korupsi di Indonesia, sebenarnya berbagai perangkat hukum sudah cukup jelas untuk menjerat para pelaku korupsi, tetapi pelanggaran terus berlangsung.

Oleh karena itu, untuk memberantas korupsi kiranya tidak cukup hanya mempertegas undang-undangnya, tetapi lebih jauh moral para penyelenggara pemerintah dan aparat negara ini harus ditegakkan. Penegakkan moral anti korupsi: jangan mendekati korupsi, apalagi melakukannya. Karena kalau sudah melakukan korupsi, mereka akan menjadi orang zalim dan Allah akan melaknat mereka. Republika Online

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidakan akan pernah kami publish Kolom yang wajib diisi ditandai *