Memilih Pemimpin

 

Oleh : Fanni Fathihah

Menjelang Perang Badar, Rasulullah bertanya kepada sahabat, ”Bagaimanakah pendapatmu untuk memerangi mereka?” Para sahabat menjawab, ”Kami telah memberikan janji dan kepercayaan kami kepada engkau dengan penuh ketaatan. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, andai kata engkau membawa kami ke sebuah samudra, lalu menceburkan diri ke sana, tentu kami juga menceburkan diri bersamamu.”

Kredibilitas merupakan suatu penghargaan terhadap seseorang yang didapat melalui proses interaksi seseorang dengan orang lain. Rasulullah Saw sebelum diangkat menjadi rasul digelari sebagai Al Amin, yaitu orang yang bisa dipercaya.

Hal ini disebabkan selama interaksi beliau dengan penduduk Quraisy, tak pernah sekalipun berbuat curang, menipu, berbohong, atau akhlak tercela lainnya. Seluruh amanah yang diberikan dilaksanakan dengan baik dan sempurna. Maka, tak heran kendati sebagian besar penduduk Mekah ingin mengusir bahkan membunuh beliau, namun masih saja ada di antara mereka menitipkan barang-barangnya pada beliau.

Said Hawwa dalam buku Ar Rasul menulis bahwa kredibilitas antara manusia dan pemimpin merupakan permasalahan esensial. Sebab, selagi masyarakat masih percaya pada pemerintah, maka dengan sendirinya mereka bisa menutup kekurangan. Tapi, kalau sudah kehilangan kepercayaaan; semua akan menjadi kacau, kekuatan umat akan hilang. Keadaan inikah yang kita rasakan sekarang?

Dalam ajaran Islam, kredibilitas merupakan salah satu faktor dipilihnya seseorang menjadi pemimpin. Karena, jabatan merupakan amanah yang memiliki pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Begitu beratnya tanggung jawab sebagai pemimpin, hingga Rasulullah bersabda, ”Apabila seorang hamba (manusia) yang diberikan kekuasaan memimpin rakyat mati, sedangkan di hari matinya dia telah mengkhianati rakyatnya, maka Allah mengharamkan surga kepadanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pemilu 2004 di depan mata. Sudah saatnya umat Islam memilah dan memilih di antara mereka yang kredibel untuk memimpin. Caranya? Jangan pusing! Carilah orang seperti ini; Ia tak (mungkin) seperti Rasulullah, tapi dalam setiap tarikan napasnya, sikapnya, tingkah lakunya, keluarganya, orang-orang terdekatnya, kelompoknya, partainya, berusaha seperti Rasulullah. Wallahu a’lam.

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidakan akan pernah kami publish Kolom yang wajib diisi ditandai *