Kesahihan Pengkritik Hadist?
Pertanyaan :
Gandjar K – Leuven
Ustads, saya berterima kasih sekali atas penjelasan tentang Hadist-Hadist palsu ini seputar Ramadhan (yang ditanyakan di kolom Ibadah).
Tapi saya ingin menanyakan satu hal yang buat saya juga sangat amat penting:
1. Bagaimana menilai tingkat ke ‘shahih-an‘ individu pengkritik hadist itu sendiri?
2. Siapa yang mengawasi kehidupan para pengkritik hadist Tersebut (yang notabene mereka sering disebut Imam juga) Sehingga sepertinya mereka langsung dipercaya atas apa yang Dikeluarkan mereka tentang tingkatan suatu hadist?
Jazakallooh khoir
Wassalaamu‘alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh
Jawaban:
Derajat pengkritik hadits itu berbeda-beda. Secara global dibagi menjadi dua kriteria utama: Al-‘adalah dan Dhabit.
Al-‘adalah merupakan ciri yang harus dimikili oleh seorang perawi hadits yang bisa dilihat dengan mudah dari sejauh mana praktek kehidupan seseorang dilihat dari kacamata Islam. Apakah dia menjalankan semua kewajiban agama baik yang wajib atau sunnah, bahkan sampai kepada masalah muru‘ah. Salah satu contohnya adalah seorang perawi hadits akan turun derajatnya hanya karena dia kencing sambil berdiri, karena dia telah melanggar muru‘ah yang dikenal di masyarakat.
Sedangkan Dhabit adalah kemampuan hafalan dan penjagaan kepada hadits-hadits yang telah dikuasainya. Umumnya muhaddits adalah orang yang bukan saja mengerti ilmu hadits tetapi juga orang yang menghafal sejumlah besar hadits baik matan dan sanadnya. Selain itu juga menguasai ilmu jarh wa ta‘dil, yaitu ilmu yang mempelajari cacat dan tidaknya setiap perawi dalam meriwayatkan hadits.
Secara umum, ilmu hadits termasuk ilmu yang sulit dikuasai begitu saja. Apalagi di Indonesia ini, saking sedikitnya, maka para doktor bidang hadits ini bisa dihitung dengan jari.
Jadi yang menilainya adalah masyarakat langsung bersama dengan para ulama lainnya tentu. Bila ada orang yang bilang bahwa hadits ini tidak shohih atau hadits itu palsu, kita bisa lihat kapasitas orangnya, apakah dia ahli hadits atau ‘pura-pura’ jadi ahli hadits? Paling tidak kita bisa lihat latar belakang pendidikannya dan juga kedalaman ilmunya. Selain kita bisa melihat pula akhlaq dan perilakunya.
Wallahu a‘lam bis-shawab. Syariah Online