Jangan Merasa Paling Benar
Pertanyaan:
Anas – Jl.Delima RT 004/08 Pd Kelapa -Jak Tim
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Ana sering bergaul dengan teman – teman baik dari Ikhwan maupun dari salaf tanpa ana harus menunjukkan identitas ana dimata mereka. Terkadang ketika ana bergaul atau sekedar ngobrol dengan teman – teman dari salaf, seakan-akan mereka selalu menganggap diri mereka paling benar dan menganggap teman-teman yang lain salah.
Mereka kadang mengatakan bahwa ikhwan identik dengan nasyid yang kata mereka termasuk haram, Al-matsurat yang didalamnya diragukan keshahihannya, politik yang kita mereka anggap bid’ah karena tidak ada sejarahnya dalam kehidupan Rasulullah, percampuran laki dan perempuan yang begitu gampang ditolerir. Selain itu mereka juga menganggap pentolan-pentolan IM seperti Al-Banna, sayid Qutb, said Hawa dll banyak melakukan penyimpangan dari segi akidah. Bahkan mereka terkesan bangga kalau sedang membahas buku – buku tentang penyimpangan tokoh-tokoh IM (maaf bukunya ana lupa). Dengan relitas seperti itu yang mau ana tanyakan adalah :
Bagaimana menyikapinya, karena seakan-akan Islam ini sudah tidak punya musuh lagi kecuali saudaranya sendiri. Padahal disana jelas – jelas orang – orang Yahudi dan nasrani serta munafiq telah merongrong kita dan menjadi musuh yang nyata?
Bagaimana menjawabnya dengan argumen – argumen yang bisa diterima, karena terkadang mereka lebih percaya kepada ustad – ustad mereka (ta’ashub), padahal dalam buku – buku harokah maupun salaf yang saya baca melarang kita untuk bersikap ta’ashub?
Bagaimana Dinul Islam menjadi tegak dibumi ini jikalau sesama umat Islam masih saling menyalahkan? Bagaimana pendapat ustad tentang terbitnya buku “Rapor Merah A’a Gym” , “Kritik dzikir bersama Ust. Arifin Ilham”, “Ustad gadungan” yang semuanya diterbitkan oleh penerbit Darul Falah dan apa motifasi dibalik penerbitan buku-buku itu? Jazakallah atas dimuatnya pertanyaan ana Wassalam
Jawaban:
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d
1. Kalau gerakan yang menghujat Ikhwanul Muslimin, sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan bukan sekedar menggugat, bahkan menangkapi, mengejar-ngejar, menyiksa bahkan membunuhi tokoh-tokohnya. Jauh sebelum sebagian kelompok yang mengaku sebagai gerakan salafi itu mulai gencar menghujat tokoh ikhwan, para penguasa negeri muslim sekuler sudah biasa membunuhi aktifis ikhwan.
Sehingga kalau sekedar menghadapi hujatan dari saudara sendiri, sesungguhnya mereka sudah kebal dan bisa dianggap angin lalu saja. Karena terus terang bahwa mereka yang sering menghujat dan mencari-cari kelemahan gerakan ini sering kehabisan akal dan tidak punya informasi detail tentang masalah yang dibicarakannya. Apalagi umumnya mereka tidak pernah mengalami langsung bagaimana siksaan para thaghut dan penguasa zalim itu.
2. Dan bila dicermati hujatan-hujatan itu, kelihatan terburu-buru diterbitkan untuk sekedar memuaskan nafsu para pengikutnya. Memang benar ada beberapa tokoh ulama yang mengkritik karya para tokoh ikhwan, seperti Albani yang melakukan takhrij atas hadits-hadits dalam kitab Halal Wal- Haramnya Al-Qaradawi. Tetapi setelah dicermati lebih jauh, kritik itu tidaklah membuat buku itu menjadi rusak atau salah. Karena yang dikritik ternyata adalah hadits-hadits yang memang terdapat khilaf di kalangan ahli hadits sendiri.
Artinya, ketika Al-Bani mengatakan sebuah hadits itu lemah, ternyata banyak dari kalangan ahli hadits yang menguatkannya. Sehingga pelemahan Al-Bani itu tidaklah bersifat qath’i atau mutlak, masih dalam batas khilaf di kalangan ahli hadits sendiri. Bahkan ada hadits tertentu yang didhaifkan Al-Bani, ternyata dalam bukunya sendiri beliau pernah menshahihkannya. Artinya kerancuannya itu ada dari Al-Bani sendiri.
Dan kritik atas hadits buku Halal Haram itu sekali tidaklah merupakan penghujatan, tetapi sebaliknya merupakan penghargaan dari seorang tokoh ulama hadits. Sayangnya, para murid Al-bani salah paham dan menafsirkan bahwa qardawi itu sesat. Sebuah penafsiran yang tidak pernah dilakukan oleh Al-Bani sendiri.
Begitu juga kritis atas kitab Fiqhus Sunnah oleh kalangan salafi. Ternyata apa yang mereka lakukan itu memang ada di wilayah khilaf yang sejak dahulu telah diperselisihkan oleh para ulama. Sehingga menuduh As-Sayyid Sabiq sebagai sesat atau ahli bid’ah justru menjelaskan bahwa penuduhnya tidak punya latar belakang fiqih yang mendalam.
Dan contoh yang paling jelas adalah masalah hukum nasyid dan lagu. Kalangan salafiyyin sering menuduh aktifis ikhwan itu sesat, fasiq atau ahli bid’ah lantaran mereka dalam kajian fiqih masih memberi toleransi atas kebolehan hukum nasyid atau musik. Padahal bila dicermati lebih dalam, memang masalah musik dan nasyid ini adalah sebuah wilayah khilaf di antara para ulama sejak dahulu. Tapi kalangan salafi ingin menafikan khilaf itu dan mengharuskan satu hukum saja yaitu haram.
Padahal sekian banyak ulama besar dari kalangan salafus salih secara tegas menghalalkan alat musik. Kalau mereka ingin menuduh ikhwan sesat, maka sebaiknya mereka harus menyesatkan dahulu tokoh ulama salafus shalih. Tapi mereka tidak pernah berani kecuali hanya menyesatkan kalangan ikhwan. Artinya, kalau kalangan ikhwan yang melakukan maka mereka akan teriak lantang untuk menganggap sesat. Sedangkan kalau ulama salaf yang melakukan, mereka pura-pura tidak tahu atau memang benar-benar tidak tahu.
3. Sebenarnya untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar, tidaklah harus terpaku dengan main lempar tuduhan kepada orang lain. Karena main lempar tuduhan, menghujat, memojokkan, mencaci dan mencela itu jelas-jelas perbuatan busuk yang dikurkai Allah SWT.
Bukankah sesama umat Islam kita ini bersaudara ? Bukankah kita diperintah untuk bersikap lembut bahkan kepada orang non muslim sekalipun? Bukankah menceritakan aib saudara muslim sama saja dengan memakan daging saudara? Kalau tuduhan itu benar maka menjadi ghibah dan kalau tidak benar menjadi fitnah.
Maka benarlah apa yang Anda katakan sebagai judul pertanyaan Anda “Jangan merasa diri paling benar”.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh. Syariah Online