Dasar Hukum Larangan Menghadiri Natal

 

Pertanyaan:

Muhamad Shidiq – Banyumanik Semarang

Apa rujukan hukum (Al Quran dan Hadits) yang mengatur soal larangan menghadiri perayaan natal? Perlukah kita minta maaf kepada non muslim, bagaimana pula bila mereka mengucapkan selamat hari raya idul fitri sekaligus minta maaf kepada kita?

 

Jawaban:

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d

Sebenarnya sejak awal sejarah hidup berdampingannya umat Islam dengan umat nasrani, tidak pernah muncul masalah tentang hukum ucapan selamat natal. Hal terjadi lantaran sejak dahulu, umat nasrani yang hidup di bawah perlindungan umat Islam selalu melakukan ibadah mereka dengan bebas dan terjamin. Mereka tahu bahwa upacara peribadatan berupa perayaan natal itu hanyalah milik mereka dan bukan milik umat Islam. Sehingga ketika mereka melakukannya, hanya mereka lakukan di dalam rumah ibadah mereka saja. Jadi hanya mereka saja yang hadir dan merupakan acara yang tertutup buat kalangan agama lain seperti muslimin.

Dalam jaminan umat Islam, para pemeluk nasrani itu menghirup udara kebebasan beragama dan menjalankan ibadah mereka sepanjang catatan sejarah. Umat Islam dilarang untuk mengganggu mereka atau ikut campur dalam tata peribadatan mereka. Dan mereka pun tahu diri untuk tidak membawa-bawa upacara ibadah mereka keluar tembok gereja.

Itu yang terjadi sepanjang sejarah, sehingga kita memang tidak mendapatkan nash sharih dari Al-Quran Al-Karim dan sunnah yang memberikan tekanan atas pelarangan mengucapkan selamat natal. Begitu juga dalam kitab-kitab fiqih, kita jarang mendapati ada bab yang secara khusus membahas tentang fatwa ucapan natal.

Namun dalam perkembangan berikutnya, terutama masa ekspansi bangsa Eropa setelah terjadinya perang salib dan pembasmian umat Islam di Spanyol, maka hubungan muslimin dan nasrani mengalami gangguan yang serius. Bangsa Eropa yang nasrani itu telah datang menjajah serta menaklukkan negeri-negeri Islam dan merusaknya serta menjadikan izzah umat Islam porak poranda. Persis seperti yang diungkap ratu Balqis.

Dia (Balqis) berkata: “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka merusaknya dan menjadikan izzah penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.(QS. An-Naml : 34)

Dan sudah bisa dipastikan bahwa salah satu agenda penjajahan itu adalah menyebarkan salib di negeri Islam dan upaya mengkristenkan umat Islam. Sebagia upaya balas dendam atas kekalahan mereka di perang salib. Maka dengan membonceng militer bersenjata, mereka mendirikan gereja di penjuru negeri Islam. Tidak hanya itu, mereka juga mendirikan sekolah, panti asuhan, lembaga sosial dan misi ke pedalaman. Sehingga negeri yang tadinya milik umat Islam menjadi milik nasrani juga.

Bahkan ketika secara resmi penjajahan itu sudah berakhir, para misionaris masih saja bercokol dan bermimpi untuk mengkristenkan dunia Islam. Bahkan negeri kita tercinta ini malah menjadi sasaran utama dari kristenisasi dunia dengan target dalam waktu 25 tahun sudah bisa 50 % penduduknya dikristenkan.

Beragam trik dan siasat licik mereka lontarkan ke kalangan umat Islam untuk bisa memuluskan mega proyek itu. Salah satunya adalah dengan menggencarkan kegiatan natal bersama dan ucapan selamat natal di kalangan umat Islam. Beragam alasan dan alibi mereka keluarkan demi sekedar mendekatkan jarak antara umat Islam dengan pintu masuk nasrani.

Tak terhitung lagi berapa juta bangsa muslim yang telah murtad meninggalkan agama Muhammad SAW lantaran proyek gila-gilaan umat nasrani itu. Berapa banyak keluarga yang hancur berantakan lantaran perkawinan campuran. Berapa banyak orang menjadi tak punya agama atau malah punya agama dua lantaran ulah tokokh kristiani. Bahkan pada era tertentu, pernah kekuatan nasrani begitu merasuk ke sendi-sendi pemerintahan, sampai-sampai hampir semua kebijakan pemerintah lebih condong kepada kalangan yang sebenarnya minoritas ini.

Maka wajarlah bila kalangan ulama melihat gelagat tidak baik ini lantas memberikan peringatan kepada umat Islam untuk tidak terkecoh dengan siasat akal bulus seperti ini. Maka setelah melihat konteks dan trik licik yang sudah sering kali berhasil mengirim umat Islam menjadi murtad dengan cara seperti itu, para ulama pun sepakat untuk mencegah hal itu menjadi semakin besar. Maka dikeluarkanlah fatwa tentang haramnya natal bersama dan ucapan selamat natal sebagai tindakan pencegahan atas program pemurtadan. Apalagi di dalam ucapan natal itu terselip makna pembenaran atas aqidah yang salah tentang masalah ketuhanan. Dan bila dicermati, memang sangat besar maknanya atas keselamatan aqidah islamiyah.

Namun dengan segala kekuasaannya, mereka berhasil menekan sebuah lembaga ulama milik Umat Islam untuk tidak berfatwa tentang haramnya natal bersama. Saat itu, Prof. Dr. Hamka sampai harus mundur dari Majelis Ulama lantaran ditekan untuk mencabut fatwa haramnya natal bersama.

Namun alhamdulillah, sampai saat ini MUI yang jadi harapan banyak umat Islam tidak goyah, lebaga ini pada tanggal 7 Maret tahun 1981 bertepatan dengan tanggal 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda tangai oleh ketuanya K.H.M.. Syukri Ghazali. Salah satu kutipannya adalah :

Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa A.S, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan diatas.

Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat islam hukumnya Haram

Agar ummat islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan – kegiatan Natal.

Dan secara kajian, kita memahami bahwa larangan melakukan natal bersama itu adalah :

Haram mencampur aduk aqidah dan ibadah dengan agama lain.
Menghadiri perayaan natal bersama meski tidak disertai dengan keyakinan, namun secara ritual adalah termasuk perbuatan mencampuradukkan aqidah dan ibadah dengan aqidah dan ibadah agama lain. Padahal Allah SWT jelas-jelas mengharamkan hal itu dalam firman-Nya :

“Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan akuk tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembahan Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” (QS. Al-Kafirun : 106)

“Janganlah kamu campur-adukkan yang hak denga yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah : 42)

Menghadiri perayaan natal sama dengan menuhankan Nabi Isa
Dan orang yang menjadikan nabi Isa as sebagai tuhan telah ditetapkan sebagai orang kafir. Dan ikut merayakan natal bersama juga tidak bisa dilepaskan dari pengakuan atas ketuhanan nabi Isa as meski hanya secara simbolis. Karena itu tidak halal bagi muslim untuk menghadiri perayaan yang batil itu.

“Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata : Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera maryam. Padahal Al Masih sendiri berkata: Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka, tidak adalah bagi orang zhalim itu seorang penolong pun. (QS. Al-Maidah : 72)

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidakan akan pernah kami publish Kolom yang wajib diisi ditandai *