Bertapa Di Pinggir Kali

Pertanyaan :

Sigit W – Jakarta

Dalam jawaban pertanyaan yang diajukan oleh Sdr. Priyono (Depok) tentang Kesaktian Semua adalah ulah jin, disinggung tentang kisah S. Kalijaga yang bertapa di pinggir kali di mana hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Terlepas dari benar atau tidaknya kisah tersebut, menurut Saya itu adalah cara Tuhan memberikan petunjuk (berupa wahyu, ilham dsb.) kepada hambanya seperti halnya Tuhan memberi petunjuk lewat mimpi, tanda-tanda alam, atau kejadian tertentu. Bukankah Tuhan menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. ketika beliau sedang bertapa/berdiam di gua Hira’, yang per definisi bertapa di gua adalah cara yang tidak Islami?

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil mursalin, wa ba`du,

Untuk mendapatkan hidayah dari Allah SWT, telah ditentukan caranya sesuai dengan syariah Islam.

Pertama : menuntut ilmu.
Ini adalah cara yang paling jelas dan memang diwajibkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Mempelajari ilmu agama merupakan fadhu ‘ain bagi setiap muslim.

Tentunya harus ada guru / ustaz atau ulama yang memang memiliki kedalaman atas ilmu tersebut. Selain diperlukan kesungguhan, kecerdasan, perhatian, biaya dan tentu butuh masa waktu tertentu.

Inilah yang menjadi tradisi para ulama Islam, yaitu mengembara dari satu peradaban ke peradaban lain untuk mendapatkan ilmu dan berguru kepada para ahli ilmu. Bukan ilmu kebal, tapi hadits dan tafsir serta masalah-masalah fiqhiyah lainnya.

Kedua : Shalat dan Doa
Selain itu Rasulullah SAW telah mengajarkan kita untuk berdoa dan shalat agar diberi hidayah oleh Allah SWT. Beliau tidak pernah memerintahkan para shahabat untuk mendaki Jabal Nur dan masuk ke Gua Hira agar mendapat wangsit, petunjuk atau ilham.

Dan sejarah Islam tidak pernah menceritakan kepada kita ada shahabat atau tabi’in yang melakukan ‘napak tilas’ masuk ke gua untuk mendapatkan wahyu atau ilham. Tetapi melakukan shalat istikharah atau memanjatkan doa yang syar’i kepada Allah SWT agar diberikan hidayah.

Yang kerjanya masuk gua itu justru para ahli sihir, dukun, tukang ramal dan sejenisnya. Sedangkan ketika Muhammad SAW dahulu bertahannus di Jabal Nur, tujuannya bukan untuk ‘mengalap’ petunjuk dari langit. Jadi sama sekali tidak bisa disamakan dengan ‘topo’ versi orang jawa. Beliau menyepi dari kejahilan kaumnya dan sama sekali tidak pernah terlintas untuk mencari ‘petunjuk’ di gua.

Ketiga : Muzakarah dan Konsultasi
Selain itu hidayah juga bisa didapat dengan melakukan muzakarah dan konsultasi kepada para ahli ilmu agama. Dengan harapan, melalui mereka Allah SWT akan memberikan keluasan berpikir dan kedalaman makna ajaran Islam. Sehingga mudah baginya untuk membuka hati dan pikiran serta tidak terhalanginya ilham dari Allah SWT.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh. SyariahOnline

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidakan akan pernah kami publish Kolom yang wajib diisi ditandai *